Kinerja Sektor Keuangan Melemah, OJK Waspadai Aksi The Fed

Hasil gambar untuk ojk
Sumber foto: merdeka.com


INDO Ekspres, Jakarta -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewaspadai dampak dari rencana bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuan terhadap sistem keuangan nasional. Namun, saat ini kondisi sektor jasa keuangan domestik dianggap masih stabil meskipun kinerja perbankan dan pasar obligasi negara melemah.

"Sentimen kenaikan suku bunga acuan tersebut juga memiliki pengaruh yang relatif terbatas pada pasar saham global, sehingga mayoritas pasar saham global masih mengalami penguatan di bulan Agustus 2016," ujar Plt Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB Slamet Edy Purnomo dalam keterangan resmi, Rabu (14/9).

Stabilitas pasar keuangan domestik, kata Slamet, antara lain tercermin dari pergerakan positif bursa saham nasional. Faktor kebijakan amnesti pajak dan reshuffle kabinet kerja pada Juli lalu dinilai sebagai sentimen positif yang mendongkrak laju IHSG.

"Pasar saham sempat menembus level 5.461,45 (18/8) yang merupakan level tertinggi sejak Mei 2015. Selama dua mingguterakhir, pasar mulai mengalami koreksi dan ditutup pada level 5.386 antara lain disebabkan aksi portfolio rebalancing oleh investor," lanjutnya.

Sebaliknya, pelemahan justru terlihat di pasar obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN). Meskipun imbal hasil SBN pada Agustus 2016 meningkat rata-rata 7 basis poin, tetapi dalam periode tersebut investor asing melepas kepemilikan obligasi negara sebesar Rp9,06 triliun.

Pelemahan juga ditunjukan oleh sektor keuangan khususnya perbankan dan lembaga jasa keuangan (LJK) non bank.  Tercatat pertumbuhan kredit perbankan per Juli 2016 tercatat sebesar 7,74 persen (yoy) atau turun dibandingkan pertumbuhan Juni 2016 ayng sebesar 8,89 persen.

"Intermediasi perusahaan pembiayaan juga terpantau melambat, pertumbuhan piutang pembiayaan per Juli 2016 melambatmenjadi 0,36 persen yoy dibanding pertumbuhan Juni 2016 sebesar 0,81 persen  (yoy)," jelas Slamet.

Risiko kredit LJK juga menunjukkan peningkatan tetapi OJK melihat masih pada tingkat yang terkelola baik. Rasio NPL tercatat sebesar 3,18 persen meningkat dibanding posisi Juni sebesar 3,05 persen dan NPF per Juli 2016 sebesar 2,23 persen dibanding posisi Juni 2,20 persen.

Kendati demikian kondisi likuiditas dan permodalan LJK masih berada pada level yang baik sehingga mampu meredam risiko kualitas kredit yang memburuk. Sementara tingkat loan to deposit ratio (LDR) pada Juli mencapai 90,18 persen turun dibanding posisi Juni 91,19 persen.

Dari sisi permodalan, OJK menilai ketahanan lembaga jasa keuangan domestik secara umum berada pada level yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. Rasio kecukupan modal (CAR) perbankan berada pada kisaran 23,19 persen per Juli 2016.

Di industri perasuransian, Risk-Based Capital (RBC) Juli 2016, berada pada level 524 persen untuk asuransi jiwa dan 269 persen untuk asuransi umum, jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.

Lebih lanjut, Slamet mengatakan OJK akan terus memantau perkembangan profil risiko lembaga jasa keuangan serta menyiapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk memitigasi kemungkinan peningkatan risiko di sektor jasa keuangan, khususnya risiko kredit.

"Ke depan, OJK melihat bahwa kondisi likuiditas danpermodalan LJK yang cukup baik perlu dioptimalisasi untuk mendukung penguatan fungsi intermediasi dan membalikkan tren kenaikan NPL," kata Slamet.(cnni)